PortalBMR BOLMONG – Banyak persoalan – persoalan yang dimunculkan akibat tekanan para rentenir dalam sistem menagih bunga yang dipinjamkan kepada nasabah (peminjam uang). Cara rentenir ini sudah tidak manusiawi, berbagai cara mereka lakukan hingga sudah tak perduli lagi dengan sanksi hukum demi mengejar keuntungan yang mereka inginkan.
Padahal sangat jelas ada aturan bisa menjerat rentenir yang diatur pada KUHP Pasal 335 ayat 1. Korban bisa melaporkan penagih utang ketika mereka melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Perbuatan tersebut termasuk pemaksaan, mempermalukan, kekerasan, hingga penekanan. Itu adalah salah satu Undang- Undang untuk menjerat rentenir. Rentenir kerap juga diistilahkan dalam menggambarkan seseorang yang melakukan kegiatan pinjaman uang dan barang yang dianggap tidak etis serta tidak resmi alias ilegal. Selain itu rentenir juga tak segan- segan memberikan bunga yang tinggi serta dalam menagih nasabah disertai dengan intimidasi dan pengancaman serta kekerasan.
Rentenir berinisial SSDMI sungguh kejam dalam melaksanakan aksi kotornya. Dari informasi yang dihimpun redaksi BN disebutkan bahwa, banyaknya korban yang harus tersiksa dalam hidup menanggung hutang sepihak, hutang bunga-berbunga atau anak beranak ini tak kunjung menuai kata lunas atau berhenti. SSDM wanita ini juga tak segan – segan mengancam nasabahnya. Korban dari keganasan rentenir tersebut berinisial LA, di hadapan LSM Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat atau Gempar dan beberapa awak media disebutkan bahwa awal terjadinya petaka hingga terjerat dalam kubangan keganasan SSDM,I penderitaan tersebut bermula saat LA berhutang kepada SSDMI sebesar Rp 2.000.000,00 pada Tahun 2023 dan harus membayar bunga dalam setiap minggunya sebesar Rp 200.000,00 dari uang pokok pinjaman tersebut LA hanya menerima uang sebesar Rp 1.600.000,00 dan pembayaran berlaku di minggu berikutnya.
“ Saya hutang Rp 2.000.000,00 pada Tahun 2023 kepada SSDMI dan uang yang saya terima sebesar Rp 1.600.000,00 dari hutang pokok tersebut saya di suruh membayar bunganya saja sebesar Rp 200.000,00 dalam setiap minggunya, terhitung minggu berikutnya saya harus membayar 200.000,00” ucap LA menjelaskan kepada Anggota LSM dan beberapa awak media.
lebih Jauh LA menjelaskan bahwa Selama dua tahun dirinya memberikan uang angsuran sebesar Rp 200.000,00 setiap minggunya, akan tetapi hutang tersebut tidak kunjung lunas dan malah bertambah banyak.
“Saya telah membayar Rp 200.000,00 setiap minggunya selama hampir 2 Tahun akan tetapi hutang tersebut tidak berkurang atau lunas tapi malah bertambah banyak” jelas LA. Dari keterangan LA juga menyebutkan bahwa ketika terjadi keterlambatan dalam pembayaran dirinya harus membayar double di minggu berikutnya dan sistem penagihan pun selalu disertai dengan ancaman, marah marah tidak jelas hingga mengancam melaporkannya ke pihak berwajib.
“jika saya terlambat membayar di minggu ini saya harus membayar double di minggu berikutnya dan jika hal tersebut terjadi pasti dia ( SSDMI) selalu marah marah dan mengumpat dengan kata kata yang tidak pantas didengar oleh telinga manusia” tambah LA menjelaskan
Disisi lain seorang nasabah yang lain bernama mawar menyebutkan bahwa dirinya mendapat perlakuan yang lebih kejam yang dirasakan oleh bunga, karena berdasarkan penjelasan mawar disebutkan bahwa, hal paling pahit adalah saat putranya lagi sakit dan bersamaan dengan masa angsuran dan saat itu mawar sudah memohon kepada SSDMI untuk menunda pembayaran bunga pinjamannya karena dirinya tidak ada uang sama sekali, apalagi harus menanggung anak yang dalam posisi lagi sakit dan harus di opname dirumah sakit. Akan tetapi, SSDMI tidak mau tau bahkan dirinya malah lebih senang jika anak mawar ini mati daripada tidak bisa membayar hutang karena uangnya buat biaya rumah sakit. “mati saja anakmu biar kamu tetep bisa bayar hutang “ ucap mawar menirukan suara dari SSDMI.
Diketahui, Selain dilarang oleh Agama Rentenir juga dilarang Oleh Undang undang nomor 10 Tahun 1998 Pasal 46 ayat (1 ) dikatakan larangan untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Jika dilanggar, pelakunya diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar.

Senada dengan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sulawesi Utara (Sulut) melalui Litbang (GMPK) Resmol Maikel. Rabu, 19 Maret 2025 mengatakan banyak praktek rentenir-rentenir terjadi di sulut, termasuk di Bolaang Mongondow Raya (BMR) GMPK sudah lama membuka posko aduan masyarakat terkait rentenir yang menggunakan cara-cara arogansi dan tidak manusiawi. Pun- ia selalu mendampingi warga masyarakat yang terjebak dengan rentenir dan memproses hukum rentenir.
“Saya menjaga privasinya, jadi tak perlu sya sebutkan rentenir yang berakhir dipenjara dan mengalami kerugian besar. Intinya, tindakan kasus rentenir bunga diatas bunga tidak dibenarkan oleh hukum, terlebih hingga menyita barang, ini sudah sering saya dampingi dan diproses hukum. Meski ada kesepakatan atau jaminan perjanjian, itu sifatnya hanya untuk kedua belah pihak yang tidak melalui lembaga atau otoritas resmi, sehingga dikatakan ilegal. Selain itu, tindakan rentenir dengan cara menekan, mengancam, bahkan mempermalukan korban (peminjam uang) lewat media sosial dengan cara membuat status di Facebook menambah delik hukum. Karena dengan cara rentenir menekan dan buat status di Facebook yang intinya untuk menyinggung nasabah, pastinya banyak yang jadi korban dalam status Facebook, bukan hanya peminjam uang saja, tetapi martabat keluarga nasabah juga sudah dirusak oleh rentenir,” Ucap Resmol Maikel.
Resmol Maikel menjelaskan, ada peminjam uang harus pasrah kehilangan harta bendanya yang di sita oleh rentenir, dengan beban bunga diatas bunga (Bunga Berlipat-lipat). Hukuman Pidana bagi rentenir itu sangat jelas dalam undang – undang, selain ancaman pidana kerugian juga bagi rentenir sangat besar. Karena, menyita barang/harta benda itu harus ada putusan penyitaan atau surat eksekusi dari pengadilan sebagai institusi lembaga resmi yang diberikan oleh negara.
“Banyak masyarakat terjebak dengan rentenir, hingga harus mengikuti sistem bunga berlipat yang tidak dibenarkan oleh UU perbankan. Karena, barang siapa membisniskan mata uang Indonesia harus sesuai dengan regulasi yang diatur sesuai UU dan mendapat persetujuan dari otoritas jasa keuangan. Jika tidak, ancaman pidananya jelas. Undang undang nomor 10 Tahun 1998 Pasal 46 ayat (1 ) dikatakan larangan untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Jika dilanggar, pelakunya diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp 200 miliar. Ia juga mengimbau, silahkan mengadukan ke GMPK jika cara rentenir seperti vampir, alasan membantu nasabah dengan mendonor dana tapi justru menghisap darah nasabah seperti vampir dengan cara bunga diatas bunga,” Tegas Resmol Maikel,”. (**).