PortalBMR BOLTIM – Perang terhadap jaringan mafia tambang emas ilegal (PETI) di Sulawesi Utara kian memanas. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut di bawah komando Kombes Pol. FX Winardi Prabowo bersama Kasubdit Tipidter Kompol Rio Gumara, S.I.K., M.A., bergerak cepat dengan menutup dua lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Tobongon, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) pada akhir Agustus 2025.
Operasi tersebut langsung mengundang perhatian publik. Pasalnya, lokasi tambang yang kini telah dipasangi garis polisi (Police Line) itu diduga kuat selain dikendalikan oleh tiga sosok berpengaruh mereka adalah pemilik lahan: Gito Makalalag, Alfia Bara, dan Norma Makalalag. Tak hanya itu, penyidik juga sedang memburu jejak oknum cukong investor asal luar daerah hingga asing yang disebut-sebut menjadi penyandang dana utama dalam bisnis haram bernilai miliaran rupiah tersebut.
Polisi Perketat Langkah, Mafia Diburu:
Sumber internal Tipidter Polda Sulut menyebut, siapapun yang terlibat, baik pemilik lahan, pemilik alat berat, maupun operator lapangan, akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Data-data kepemilikan lahan dan identitas para pemain tambang kini tengah dikumpulkan dari kelurahan hingga kecamatan.
“Semua pihak yang terkait pasti akan kami periksa. Tidak ada yang dikecualikan. Saat ini, tim masih mengembangkan hasil penyelidikan untuk memastikan siapa pemilik sebenarnya,” ujar seorang sumber di lingkungan Ditreskrimsus yang enggan disebutkan namanya.
Kasubdit Tipidter, Kompol Rio Gumara, turut membenarkan penindakan di lokasi tambang Tobongon tepatnya di perkebunan salak.
“Benar, anggota kami sudah melakukan Police Line di area perkebunan salak, Desa Tobongon, Kabupaten Boltim. Saat ini kami masih terus mengumpulkan data dan keterangan,” katanya saat dikonfirmasi media, usai melakukan Police Line.
Alat Berat Disita, Negara Rugi Miliaran:
Dalam penggerebekan itu, polisi juga mengamankan sejumlah alat berat berupa excavator yang digunakan untuk mengeruk emas secara ilegal. Penindakan ini menjadi bukti keseriusan aparat untuk membabat habis praktik tambang tanpa izin yang selama ini merugikan negara dan rakyat.
“Kami tegas, tidak ada yang kebal hukum. Baik pemodal, pemilik alat, maupun pemilik lahan akan diproses sesuai aturan yang berlaku,” tegas Kombes Pol. FX Winardi Prabowo.
Menurut catatan aparat, praktik PETI tidak hanya merampas potensi pendapatan negara, tetapi juga merusak ekosistem lingkungan, mencemari sungai dengan merkuri, hingga mengancam keselamatan warga di sekitar tambang akibat longsor dan banjir bandang.
Jeratan Hukum Menanti Mafia Tambang:
Kasus ini jelas bertentangan dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal tersebut menegaskan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dari pemerintah dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Dengan dasar hukum tersebut, besar kemungkinan Gito Makalalag, Alfia Bara, dan Norma Makalalag bersama pihak lain yang diduga terlibat dalam aktifitas PETI akan segera ditetapkan sebagai tersangka (TSK).
Publik Menanti Keberanian Aparat;
Langkah berani Polda Sulut mendapat sambutan positif dari masyarakat dan pemerhati lingkungan. Selama ini, PETI dianggap menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan dan lahan kritis di Bolmong Raya. Masyarakat pun berharap agar aparat tidak hanya berhenti pada level operator, tetapi juga menjerat para aktor intelektual, pemodal besar, hingga oknum pejabat yang diduga ikut melindungi praktik haram ini.
“Ini saatnya aparat menunjukkan keberanian. Mafia tambang emas ilegal sudah terlalu lama merajalela. Jangan hanya pekerja lapangan yang ditangkap, tapi bongkar juga siapa dalang besar di balik bisnis kotor ini,” ujar seorang tokoh masyarakat Boltim saat dimintai tanggapan.
Momentum Bersih-bersih Tambang Ilegal:
Kasus Tobongon diyakini hanya satu dari sekian banyak lokasi PETI yang beroperasi di Sulawesi Utara. Polda Sulut kini tengah berada di persimpangan penting: apakah penegakan hukum bisa membabat habis mafia tambang hingga ke akar-akarnya, atau justru berhenti di tengah jalan karena intervensi pihak-pihak tertentu.
Satu hal yang pasti, publik kini menanti babak baru dari perang melawan mafia emas ilegal. Akankah nama-nama besar seperti Gito Makalalag, Alfia Bara, dan Norma Makalalag benar-benar resmi menyandang status tersangka, atau justru lolos dari jeratan hukum? (*tim*)
PORTAL BMR | Dibalik Berita Ada Cerita Portal Berita Bolaang Mongondow Raya
